MINI MARKET SYARIAH:
SEBUAH KONSEP MINI MARKET PEDULI UMAT
ARTIKEL ILMIAH
Dalam Rangka
Lomba Penulisan Essai Ekonomi Syariah Nasional
Universitas Gajah Mada
Disusun oleh:
Titin Kartini 7101406151
Wiwik Supriyanti 3301403147
Jamaludin 3301405159
KELOMPOK STUDI EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2008
MINIMARKET SYARIAH: SEBUAH KONSEP MINIMARKET PEDULI UMAT
Titin Kartini, Wiwik Supriyanti dan Jamaludin (KSEI UNNES)
SARI
Jumlah pemeluk agama Islam adalah mayoritas (87% di tahun 1990). Agama merupakan pandangan hidup yang menjadi dasar dari kehidupan sehingga harap dipahami adanya aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar.Ketika dibandingkan beberapa parameter sekaligus, maka responden menjawab sebagai pertimbangan utama dalam memilih produk adalah kehalalan (56%), harga (24%), rasa (18%), dan hadiah (2%). Dari karakteristik keinginan konsumen ini terlihat bahwa halal (masih lebih bersifat normatif) merupakan bahan pertimbangan utama. Harga masih menjadi faktor dominan kedua yang menentukan dalam memilih produknya. (Republika,12 Agustus 2005). Dalam konsep ekonomi syariah (Ekonomi Islam) konsep Minimarket syariah menjadi solusi yang solutif untuk diterapkan pada semua problematika tesebut. Minimarket syariah yang penulis tawarkan adalah Minimarket yang bebas dari keharaman. Semua yang ada didalamnya adalah sesuai dengan syariat islam. Dalam Minimarket tersebut semua produk yang ditawarkan adalah halal, manajemen dan pemasaran serta pemodalannya dilakukan syariah. Inti dari Minimarket sayariah adalah tidak mengandung H.MAGHRIB (haram, maysir, gharar, dan riba). Penerapan peduli umat yang ada dalam Minimarket syariah adalah adanya pengelolaan a pentaluran zakat serta shadaqoh ke warga sekitar minimarker tersebut. Selan itu ada pula kartu dhuafa yang fungsinya adalah pemotongan harga bagi pemilik kartu ketika berbelanjadalm Minimarket tersebut.
Kata Kunci : Minimarket, halal dan haram, peduli umat, zakat dan Shadaqah.
Indonesia adalah negara berpenduduk sekitar 200 juta terdiri dari banyak suku (jumlah bahasa daerah lebih dari 250). Demikian pula ada beragam agama seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu dan lain-lain, tetapi jumlah pemeluk agama Islam adalah mayoritas (87% di tahun 1990). Agama merupakan pandangan hidup yang menjadi dasar dari kehidupan sehingga harap dipahami adanya aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar. Adanya aturan halal haram, boleh atau tidaknya suatu makanan dan perbuatan dilakukan dan adanya perbuatan-perbuatan yang wajib dilakukan oleh seorang muslim, baik kepada tuhannya maupun kepada sesama manusia.
"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya" ( QS. Al-Maaidah: 88). Ayat tersebut di atas jelas-jelas telah menyuruh kita hanya memakan makanan yang halal dan baik saja, dua kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yang dapat diartikan halal dari segi syariah dan baik dari segi kesehatan, gizi, estetika dan lainnya. Sesuai dengan kaidah ushul fiqih, segala sesuatu yang Allah tidak melarangnya berarti halal. Dengan demikian semua makanan dan minuman di luar yang diharamkan adalah halal. Halal berdasarkan Kamus Besar Indonesia adalah hal-hal yang diizinkan (tidak dilarang oleh syarak). Oleh karena itu, apabila dilihat dari ayat tersebut, sebenarnya sangatlah sedikit makanan dan minuman yang diharamkan dan masih banyak yang dihalalkan untuk manusia (terutama untuk kaum muslim). Walaupun demikian, pada zaman dimana teknologi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manusia, maka permasalahan makanan dan minuman halal menjadi relatif kompleks.
Berbagai makanan dan minuman serta produk yang lain disediakan bebas di pasaran di berbagai tempat. Dan yang paling banyak serta diminati banyak pengunjung adalah supermarket serta Minimarket yang sudah banyak di kota-kota bahkan di daerah-daerah. Mereka menawarkan produk dengan berbagai kenyamanan. Namun, dibalik semua kenyamanan tersebut, banyak produk ditawarkan di sana merupakan produk yang masih belum ada label halal dari LP-POM MUI maupun dari BPOM RI. Harusnya ada perlindungan untuk konsumen dengan adanya pencantuman label halal dan tanggal kadaluwarsa suatu produk.
Kasus Ajinomoto (2000) menjadi kasus yang sangat besar setelah produk MSG yang menggunakan bactosoytone dalam proses pembuatannya dinyatakan haram oleh Komisi Fatwa MUI. Hal ini terjadi karena Ajinomoto melakukan penggantian jenis nutrisi yang digunakan dalam proses pembiakan bakteri tanpa pemberitahuan kepada LP-POM MUI. Ternyata kemudian diketahui, jenis nutrisi baru yang digunakan mengandung enzim babi. Akibat dari kasus ini, pabrik Ajinomoto sempat ditutup sementara dan para pejabat yang bertangngung jawab diamankan oleh polisi. Setelah produk haram yang sudah terlanjur beredar di pasar ditarik dan dimusnahkan, serta mengganti bactosoytone dengan bahan lain yang halal, MUI mengeluarkan serifikat halal untuk produk Ajinomto versi baru. Selain itu masih banyak kasus yang lain, seperti jus mengkudu (2001), plasenta (2002) yang menjadi bahan kosmetik, kolagen (2002) yang berasal bisa dari sapi maupun babi dan ini dijadikan bahan kosmetik juga, dan masih banyak kasus yang lain.
Ketika dibandingkan beberapa parameter sekaligus, maka responden menjawab sebagai pertimbangan utama dalam memilih produk adalah kehalalan (56%), harga (24%), rasa (18%), dan hadiah (2%). Dari karakteristik keinginan konsumen ini terlihat bahwa halal (masih lebih bersifat normatif) merupakan bahan pertimbangan utama. Harga masih menjadi faktor dominan kedua yang menentukan dalam memilih produknya. (Republika,12 Agustus 2005).
Dalam konsep ekonomi syariah (Ekonomi Islam) konsep Minimarket syariah menjadi solusi yang solutif untuk diterapkan pada semua problematika tesebut. Dalam Minimarket tersebut semua produk yang ditawarkan adalah halal, manajemen dan pemasaran serta pemodalannya dilakukan syariah.
A. DEFINISI
A. Minimarket
Pengertian Minimarket adalah toko swalayan yang hanya memiliki satu atau dua mesin register sementara supermarket adalah swalayan besar yang juga menjual barang-barang segar seperti sayur dan daging dengan jumlah mesin registernya mencapai tiga ke atas.
Hipermarket itu juga masuk kategori swalayan yang juga menjual barang-barang white goods seperti mesin cuci, kulkas, dan televisi.
Di Indonesia pemainnya adalah Carrefour, ClubStore, Giant. Sementara hypermarket lokal, yakni Alfa Gudang Rabat juga dimasukkan dalam kriteria ini meski ukuran tokonya lebih kecil (semihiper), tetapi keanekaragaman barang yang dijual sama dengan hipermarket. (Hasil Riset ACNielsen, 2006)
Perbedahaan istilah Minimarket, supermarket dan hypermarket adalah di format, ukuran dan fasilitas yang diberikan. Contohnya Minimarket berukuran kecil (100 M2 s/d 999 M2), supermarket berukuran sedang (1.000 M2 s/d 4.999 M2), hypermarket berukuran besar (5.000 M2 ke atas)
Suatu perusahaan ritel biasanya tidak terbatas membuka tipe atau format swalayan. Ada beberapa ritel di Indonesia yang beroperasi swalayan dalam beberapa format tersebut seperti: Macan Group di Medan Indonesia beroperasi format Minimarket dengan merek Macan Mart dan format supermarket Macan Yaohan-Hero Group di Jakarta beroperasi format supermarket Hero dan hypermarket Giant - Alfa Group beroperasi format supermarket Alfa dan Minimarket Alfa Mart.
B. Prinsip Syariah
Tujuan utama syariah adalah mendidik manusia, memantapkan keadilan dan merealisasikan keuntungan bagi setiap manusia di dunia maupun di akhirat. Syariah mengatur semua aspek kehidupan umat muslim, baik politik, ekonomi, dan sosial dengan menjaga keyakinan, kehidupan, akal, dan kekayaan mereka. Hal serupa juga dinyatakan oleh Ibn Al Qayyim Al Jawziyah (Muhammad, 2005: 136) bahwa basis syariah adalah kebijakan dan kesejahteraan masyarakat di dunia maupun di akhirat. Dengan kata lain, syariah berkaitan dengan peningkatan keadilan dan kesejahteraan masyarakat dengan menetapkan fondasi dasar bagi moral, sosial, politik, dan filsafat ekonomi masyarakat ekonomi tersebut.
Prinsip syariah dalam ekonomi dan bisnis tersebut yang terdiri dari halal, bebas dari riba atau adanya prinsip bagi hasil, dan adanya zakat dapat dilihat dalam gambar1.
Gambar 1. Dasar-dasar paradigma syariah (Muhammad, 2005: 136)
1. Halal
Kata halalan, bahasa Arab berasal dari kata halla yang berarti ‘lepas’ atau ‘tidak terikat’. Secara etimologi kata halalan berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Atau diarktikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. (Girindra, 2006)
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu darah, daging babi, dan binatang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesunguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Baqarah; 173). Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa makanan yang diharamkan pada pokoknya ada empat, yaitu:
1. Bangkai, yang termasuk ke dalam kategori bangkai ialah hewan yang mati dengan tidak disembelih, termasuk ke dalamnya hewan yang matinya dicekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan diterkam oleh hewan buas, kecuali yang sempat disembelih. (QS. Al Maidah: 3)
2. Darah, sering pula diistilahkan dengan darah mengalir (QS. Al An’am: 145)
3. Daging babi, kebanyakan ulama sepakat menyatakan bahwa semua bagian babi yang dapat dimakan adalah haram, sehingga baik dagingnya, lemaknya, tulangnya, termasuk produk-produk yang mengandung bahan tersebut, termasuk semua bahan yang dibuat dengan menggunakan bahan-bahan tersebut sebagai salah satu baahn bakunya.
4. Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Menurut HAMKA, ini berarti juga binatang yang disembelih untuk yang selain Allah (diantaranya makanan dan minuman yang ditujukan untuk sesajian). Tentu saja semua bagian bahan yang dapat dimakan dan produk turunan dari bahan ini juga haram seperti berlaku pada babi.
Selain keempat kelompok makanan yang diharamkan tersebut, terdapat pula kelompok makanan yang diharamkan karena sifatnya yang buruk seperti dijelaskan dalam Al Qur'an Surat Al-A`raaf:157 “.....dan menghalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala hal yang buruk.....” Apa-apa saja yang buruk tersebut agaknya dicontohkan oleh Rasulullah dalam beberapa Hadits, di antaranya Hadits Ibnu Abbas yang dirawikan oleh Imam Ahmad dan Muslim dan Ash Habussunan: Telah melarang Rasulullah saw memakan tiap-tiap binatang buas yang bersaing (bertaring, penulis), dan tiap-tiap yang mempunyai kuku pencengkraman dari burung. Sebuah Hadits lagi sebagai contoh, dari Abu Tsa`labah: Tiap-tiap yang bersaing dari binatang buas, maka memakannya adalah haram (perawi Hadits sama dengan Hadits sebelumnya).
Minuman tertentu saja dari semua jenis minuman yang diharamkan yaitu khamar. Yang dimaksud dengan khamar yaitu minuman yang memabukkan sesuai dengan penjelasan Rasulullah saw. berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar: Setiap yang memabukkan adalah khamar (termasuk khamar) dan setiap khamar adalah diharamkan. Dari penjelasan Rasulullah tersebut jelas bahwa batasan khamar didasarkan atas sifatnya, bukan jenis bahannya, bahannya sendiri dapat apa saja. Dalam hal ini ada perbedaan pendapat mengenai bahan yang diharamkan, ada yang mengharamkan khamar yang berasal dari anggur saja. Akan tetapi ada pendapat yang mengharamkan semua bahan yang bersifat memabukkan, tidak perlu dilihat lagi asal dan jenis bahannya, hal ini didasarkan atas kajian Hadits-Hadits yang berkenaan dengan itu, juga pendapat para ulama terdahulu. Mengenai sifat memabukkan sendiri dijelaskan lebih rinci lagi oleh Umar bin Khattab seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut: Kemudian daripada itu, wahai manusia, sesungguhnya telah diturunkan hukum yang mengharamkan khamar. Ia terbuat dari salah satu lima unsur: anggur, korma, madu, jagung dan gandum. Khamar itu adalah sesuatu yang mengacaukan akal. Jadi sifat mengacaukan akal itulah yang dijadikan patokan. Sifat mengacaukan akal itu di antaranya dicontohkan dalam Al-Quran yaitu membuat orang menjadi tidak mengerti lagi apa yang diucapkan seperti dapat dilihat pada Surat An-Nisa: 43. Keharaman khamar ditegaskan pula dalam Al-Quran Surat Al-Maaidah ayat 90-91.
2. Zakat
Zakat adalah mengeluarkan sejumlah harta tertentu untuk golongan yang berhak menerimanya (mustahiq) dengan syarat-syarat tertentu. Hukum mengeluarkan zakat adalah fardhu ‘ain. (Depag, 2004: 26)
Berdasarkan pada At Taubah: 60 ada delapan golongan yang berhak mendapatkan zakat, pertama, orang fakir yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya, kedua, orang miskin yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan, ketiga, amil (pengurus zakat) yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat, keempat muallaf, yaitu orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah, kelima, memerdekakan budak, yaitu mencakup juga untuk elepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir, keenam, gharimin, yaitu orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya, ketujuh, sabilillah, yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin, di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, kedelapan, orang–orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat.
3. Shadaqoh
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Al Baqarah: 195)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini (S. Al Baqarah: 195) turun berkenaan dengan hukum nafkah. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Hudzaifah).
Perbedaan antara zakat, infaq, shadaqah:
a. Zakat terikat oleh waktu, sedangkan infaq dan shadaqoh dapat dilakukan kapan saja
b. Zakat diperuntukkan bagi golongan tertentu (delapan asnaf) sedangkan infaq dan shadaqoh dapat diberikan kepada siapa saja.
c. Zakat merupakan kewajiban, sedangkan infaq dan shadaqah merupakan anjuran. (Depag, 2004: 34)
4. Bagi hasil
Bagi hasil atau profit sharing dalam kamus Ekonomi, diartikan sevagai pembagian laba. Secara definitif, profit sharing diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba para pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan.pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis harus melakukan transaparansi dan kemitraan secara baik dan ideal.
Dasar pijakan yang digunakan dalam penentuan dan penggunaan sistem bagi hasil:
a. Doktrin kerjasama dalam ekonomi Islam dapat menciptakan kerja produktif sehari-hari dari masyarakat (QS Albaqarah: 190)
b. Meningkatkan kesejahteraan dan mencegah kesengsaraan sosial (QS Ali Imran: 103, Al Maidah: 3, dan At Taubah: 71 & 105)
c. Mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata (QS Al Isra: 16, Al Haqqah; 25-37, Al Fajr: 17-20, dan Al Maa’un: 1-7)
d. Melindungi kepentingan ekonomi lemah (QS An Nisa: 5-10; 74-76, Al Fajr: 17-26)
e. Membangun organisasi yang berprinsip syarikat, sehingga terjadi proses yang kuat membantu yang lemah (QS Az Zukhruf: 32)
f. Pembagian kerja atau spesialisasi berdasarkan saling ketergantungan serta pertukaran barang dan jasa karena tidak mungkin berdiri sendiri (QS Al Lail: 8-10, At Tariq: 6)
Peranan bagi hasil bagi stabilitas ekonomi dan distribusi pendapatan:
a. Sistem bagi hasil akan menciptakan suatu tatanan ekonomi yang merata. Sistem bagi hasil menjamin alokasi sumber ekonomi yang lebih baik dan terjadinya distribusi pendapatan yang lebih sesuai.
b. Efisiensi sistem bagi hasil adalah lebh dapat dipercaya dibandingkan sistem bunga, karena pertama, menurut Siddiqi, bahwa the supply of enterpreneurship is likely to be large in a profit sharing system as a compared with an interest-based system, since the obligation of fixed interest payment discourages the marginal enterpreneur. Sehingga tingkat keuntungan yang diharapkan akan membantu menunjukkan situasi pasar yang lebih sempurna untuk pengalokasian sumber dana dan tidak adanya bunga tidak menimbulkan banyak masalah di kemudian hari. Kedua, pengalokasian sumber dana melalui mekanisme penentuan rasio atau tingkat bagi hasil bagi penabung, pemilik bank, dan pengusaha akan lebih rasional dan efisien daripada yang dilakukan oleh lembaga yang menggunakan sistem bunga.
c. Jika dalam suatu usaha bersama yang menggunakan konsep bagi hasil mengalami resiko, maka masing-masing pihak akan berpartisipasi dalam kerugian dan keuntungan. Hal ini menunjukkan keadilan dalam distribusi pendapatan.
B. PEMBAHASAN
A. Urgensi Penerapan Minimarket Syariah
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa peran dan tugas manusia hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT (QS Ad-Dzarriyat:56). Di samping manusia juga diangkat oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah:30).
Dalam menjalankan peran tersebut, manusia harus mengikuti tata nilai yang telah ditetapkan Allah SWT. Tata nilai tersebut mengacu pada tujuan hidup manusia, yaitu kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Tugas dan peran itulah yang menjadi dasar konsep manusia dalam berusaha (Iwan Ponjowinoto dalam Modul SELect KSEI, 2003), antara lain sebagai berikut :
a) Berusaha hanya untuk mengambil yang halal dan yang baik (Thoyyib) tersirat dalam QS. Al-Baqarah: 168
b) Memperoleh hasil usaha hanya melalui perniagaan yang berlaku secara ridho sama ridho karena saling memberi manfaat (QS, An Nissa:29)
c) Fungsi uang yang utama adalah sebagai alat tukar nilai dalam transaksi
d) Berlaku adil dalam menghindari keraguan yang merugikan dan menghindari resiko yang melebihi kemampuan (QS. Al-Maidah:8; QS. Al An’am: 152; QS,Ar-Rahman:7,8,9; Qs Al Faatir:5; Qs Al-Baqarah:219)
e) Menjalankan usaha harus memenuhi semua ikatan yang telah disepakati dan manusia harus bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan. (QS.Al Maidah: 1; QS. Az-Zukhruf: 32)
Dari konsep yang telah dipaparkan di atas, dapat dibandingkan karakter antara bisnis Islami dengan bisnis non Islami, sebagaimana dalam tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Karakter Bisnis Islam dan Non Islam (Yusanto & Karebet: 2002 dalam Modul SELect 2003)
ISLAMI KARAKTER BISNIS NON ISLAMI
Aqidah Islam (nilai-nilai transendental) ASAS Sekularisme nilai-nilai material
Dunia akhirat MOTIVASI Dunia
Profit dan benefit (nonmaterial/ Qimah), pertumbuhan, kaberlangsungan, keberkahan ORIENTASI Profit, pertunbuhan, keberlangsungan
Tinggi, bisnis adalah bagian ibadah ETOS KERJA Tinggi, bisnis adalah kebutuhan duniawi
Maju dan produktif, konsekuensi keimanan dan manifestasi kemusliman SIKAP MENTAL Maju dan produktif sekaligus konsumtif konsekuensi aktualisasi diri
Cakap dan ahli di bidangnya, konsekuensi dan kewajiban seorang muslim. KEAHLIAN Cakap dan ahli di bidanganya, konsekuensi dan reward dan punishment
Terpercaya dan bertangungjawab, tujuan tidak menghalalkan cara AMANAH Tergantung kemauan individu (pemilik kapital), tujuan menghalalkan cara
Halal MODAL Halal dan haram
sesuai dengan akad kerjanya SDM Sesuai dengan akad kerjanya atau sesuai dengan pemilik modal
Halal SUMBER DAYA Halal dan Haram
Visi dan misi organisasi terkait erat dengan penciptaan manusia di Dunia MENEJEMEN STARATEGIK Visi dan misi organisasi ditetapakn berdasarkan kepentingan material belaka
Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, mengedepankaan prodektivitas dalam koridor syariah MANAJEMEN OPERASI Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, mengedepankan prodektivitas dalam koridor manfaat
Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan MANAJEMEN KEUANGAN Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran masukan
Pemasaran dalam koridor jamian halal MANAJEMEN PEMASARAN Pemasaran menghalalkan segala cara
SDM profesional dan berkepribadian islami, SDN adalah pengelola bisnis, SDM bertanggungjawab pada diri, majikan dan Alloh SWT MANAJEMEN SDM SDM profesional, SDM adalah faktor produksi, SDM bertanggungjawab pada diri dan majikan.
Setiap bisnis yang dilakukan oleh setiap muslim harus menempatkan syari’at (jalan/ hukum atau aturan) sebagai nilai utama sebagai payung strategis maupun taktis. Dengan adanya kendali syariat, bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama, sebagai berikut:
a) Target hasil, tidak hanya semata-mata mencari profit (keuntungan) yang bersifat materi dan benefit (keuntungan atau manfaat), tetapi juga non materi kepada internal perusahaan maupun eksternal (lingkungan), seperti terciptanya persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
b) Pertumbuhan, artinya upaya agar profit dan benefit yang sudah di raih terus meningkat.
c) Keberlangsungan dengan kurun waktu selama mungkin dengan tetap sesuai koridor syariah.
d) Keberkahan atau keridha’an Allah SWT, sehingga harus diperhatikan hal yang menodai diterimanya setiap amal manusia agar mendapat keberkahan dan keridhoan Allah SWT, yaitu niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat.
Dengan adanya Minimarket syariah ini para konsumen dapat terlindungi haknya sebagai konsumen dari produk-produk yang terlarang bahkan yang mengecewakan. Karena setiap orang harus dapat menghindari dari perbuatan memakan riba, yang dilakukan dengan menjalankan aktivitas ekonomi berdasarkan aktivitas bagi hasil. Selanjutnya, dalam menjalankan aktivitas ekonomi dan bisnis harus diawali dengan akad yang jelas, dilakukan pencatatan, tidak berlebihan (israf), moderat dalam melakukan konsumsi untuk mengurangi timbulnya kelangkaan, dan memenuhi kewajiban kepada masyarakat dengan membayar zakat. Setiap muslimin harus meninggalkan aktivitas ekonomi dan bisnis yang mengandung unsur khiyana’, tanajush, gharar, dan semua bentuk spekulatif dalam transaksi bisnis. Konsep itu semuanya diterapkan dalam Minimarket syariah. Secara garis besar, Minimarket syariah terhindar dari H.MAGHRIB, yaitu barang yang haram, adanya maysir, gharar, dan riba. Secara detail akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya.
B. Minimarket Syariah yang Peduli Umat
Minimarket syariah merupakan satu konsep Minimarket yang dikemas disesuaikan dengan bisnis yang sesuai dengan syariat. Minimarket tersebut memiliki beberapa perbedaan dengan bisnis yang lainnya (yang notabene) tidak sesuai dengan syariat Islam. Seperti yang telah kita ketahui di awal bahwa banyak kasus yang menjelaskan produsen hanya mengagung-agungkan laba tanpa memperdulikan konsumen, dengan tidak adanya jaminan kehalalan dari produk yang ditawarkan. Serta biasanya tidak ada pencantuman label kadaluwarsa pada produk tersebut. Minimarket syariah menawarkan suatu konsep model Minimarket baru yang sesuai dengan konsep Islam dan sesuai dengan prinsip syariah. Mulai dari modal yang digunakan dalam bisnis adalah syariah, tidak mengandung riba. Manajemen yang diberlakukan sedemikian rupa sehingga apabila kita memasuki Minimarket syariah kita serasa wisata ruhiyah. Sedangkan semua produk yang ditawarkan di dalamnya adalah produk yang dijamin kehalalannya dan kethayyibannya, karena selain produk mendapatkan sertifikasi halal dari LP-POM MUI, tapi juga jaminan terhindar dari kadaluwarsa suatu produk. Halal tersebut tidak hanya terbatas pada segi perolehan maupun pendayagunaanya (pengelolaan dan pendayagunaan) yang tersirat dalam QS. Al An’am: 141.
1. Permodalan atau Pembiayaan Usaha
Dana yang dijadikan modal dalam usaha Minimarket syariah ini berasal dari modal yang syariah, yang tidak mengandung unsur riba. Berikut ini dipaparkan berbagai pilihan pembiayaan atau permodalan yang bisa dilakukan oleh pihak Minimarket syariah dalam hal modal awal dan modal tambahan pada periode berjalan, yaitu pada tabel 2.
Tabel 2. Produk Pembiayaan (Susanto, 2006: 72)
No Produk Prinsip Syariah
1. Pinjaman kebajikan dan lunak usaha mikro Al Qardul hasan
2. Pembiayaan modal kerja Mudharabah, musyarokah
3. Pembiayaan proyek Mudharabah, musyarokah
4. Pengadaan barang investasi (jual beli barang) Murabahah
5. Produksi agri bisnis/ sejenis Salam, salam pararel
6. Manufaktur, konstruksi Istishna’, istishna’ pararel
11 Sewa beli Ijarah muntahiyyah bittamlik
12 Sewa dengan opsi pemindahan hak Ijarah muntahiyyah bittamlik
13 Anjak piutang Hiwalah
14 Transfer, inkaso, kliring Wakalah
15 Dana talangan Qardh
2. Manajemen
Manajemen dengan fungsi, unsur, kegiatan serta prosesnya yang menempatkan manusia sebagai postulat dan fokusnya, tidaklah bisa dilepaskan dan risalah Islamiyah yang memuat hubungan manusia dengan tuhannya dalam akidah, syariah, dan akhlaq.
Jauh sebelum frederick W. Taylor dan Henry Fayol (dalam Hidayat, 2003; 82) mengangkat prinsip manajemen sebagai suatu disiplin ilmu, Nabi Muhammad SAW sudah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek bisnisnya. Beliau telah dengan sangat baik memanage proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlibat di dalamnya. Sebagaimana gambaran beliau memanage bisnisnya, Prof. Afdzalul Rahman mengungkapkan:
“Muhammad did his dealing honestly and fairly and never gave his customers to complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of quality mutually agreed between the parties. He always showed a great sense of responsibility and integrity in dealing with other people”
(Hidayat, 2003; 82)
Komitmen, loyalitas, kejujuran, keadilan merupakan sifat dan sikap yangada pada diri Rasulullah dalam menjalankan dan memanage bisnis selama hidup beliau hingga semua pelanggan tidak merasakan kekecewaan dan mereka memiliki loyalitas yang tinggi, dan hal tersebutlah yang menjadi profit jangka panjang dalam bisnis beliau.
Manajemen syariah itu universal, karena manajemen itu lebih kepada soft skill, lebih kepada kebiasaan, norma, strategi. Karena melihat keempat hal ini, maka peluangnya terbuka luas. Terutama dari sisi SDM, sisi operasi, dari sisi pemasaran, dan keuangan. Ini yang standar-standar saja, dan ini semua bisa dimasukan oleh norma manajemen. Hal itu juga seperti dikatakan dalam Al-Quran, Sunnah, rukun Islam, rukun iman dan sepanjang sejarah mereka memiliki kebijakan itu. Bahkan dalam ritual-ritual seperti doa, sholat, puasa bisa sangat berpengaruh ke dalam efektivitas manajemen terutama untuk pengembangan SDM, serta untuk manajemen keuangan dapat lebih transparan.
Dalam Minimarket syariah ini, selain mengacu pada manajemen yang dicontohkan Rasulullah,ada beberapa prinsip baru dalam menjalankan Minimarket syariah ini. Diantaranya adalah:
a) Manajemen barang yang dijual
1) Semua produk yang ada di Minimarket syariah adalah produk yang dijamin kehalalannya, yaitu produk-produk yang mendapat sertifikasi halal dari LP-POM MUI.
2) Barang yang dijual tidak mengandung unsur H. MAGHRIB (haram, maysir, gharar, dan riba)
3) Harga murah
4) Barang jelek/ rusak tidak disembunyikan, dan informasi expired produk yang dijual
5) Melayani pembelian bagi orang miskin, khususnya masyarkat sekitar (pembahasan lebih lanjut ada pada pembahasan zakat)
b) Manajemen model usaha
1) Timbangan yang pas, tidak mengurangi
2) Pengelolaan keuangan secara mandiri oleh investor dengan pendampingan dari lembaga keuangan syariah
3) Pelayanan konsumen yang prima (5 eS, melayani, terima kasih)
4) Melayani pembelian grosir dan eceran
5) Pembayaran zakat dari laba usaha (dijelaskan pada pembahasan berikutnya)
6) Kaligrafi dan pesan-pesan ibadah (dapat berupa hadist) selalu menghiasi Minimarket syariah
7) Nasyid yang memberi pesan kepada semua pelanggannya selalu mengalun untuk mendukung suasana religi
8) Pramuniaga senantiasa mengingatkan semua pelanggannya agar tidak berlebih-lebihan dalam membelanjakan uangnya sesuai dengan pola konsumsi sesuai syariah “Belilah barang karena barang itu berguna. Jangan membeli barang yang tak ada gunanya sama sekali dengan cara merugikan diri sendiri”, sesuai dengan QS. Al A’raaf; 31.
9) Adanya pengawasan dari ulama-ulama yang tergabung dalam DPS (Dewan Pengawas Syariah) untuk menjaga Minimarket syariah tersebut tetap bejalan sesuai dengan prinsip dan norma syariah, baik dari segi produk-produk yang dijual maupun proses pengoperasionalnya.
10) Minimarket syariah ini tidak melakukan potongan harga atau diskon besar-besaran yang biasanya banyak dilakukan oleh pusat perbelanjaan guna menarik calon pembeli saat musim belanja lebaran tiba. Apabila pusat perbelanjaan yang lain selalu membuka undian bagi pelanggannya, ini tidak berlaku untuk Minimarket syariah karena undian sendiri adalah haram hukumnya (sesuai QS Al Maidah:3) tapi kalaupun ada, hadiahnya merupakan hadiah langsung.
11) Orientasinya profit jangka panjang bukan jangka pendek, selain loyalitas pelanggan dengan manajemen dan pemasaran yang syariah, ridha Allah adalah yang utama.
c) Manajemen sumber daya manusia
1) Semua pramuniaga mengenakan pakaian yang menutup aurat, yaitu wanita mengenakan jilbab, sedangkan pria mengenakan baju koko modern dengan peci putih di kepalanya.
2) Di dalam Minimarket disediakan tempat ibadah (mushola) yang tidak hanya digunakan untuk shalat berjama’ah, tapi juga kadang diadakan kajian di mushola tersebut.
3) Pagi, sebelum bekerja, diisi dengan siraman rohani/ pengajian/ kultum dengan pembicara secara bergantian antar karyawan
4) Melaksanakan achievement motivation training (AMT) berlandaskan Islam, untuk menyatukan visi dan misi
5) Materi rekruitmen karyawan menyertakan juga materi agama Islam
3. Produk
a) Makanan dan Minuman
Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan sebelumnya, keharaman suatu bahan pangan dapat disebabkan oleh karena bahan asalnya (babi dan turunannya, binatang buas, bangkai), sifatnya (memabukkan), dan cara penyembelihan hewan halal (tidak mengikuti syariat Islam). Dari segi teknologi, titik kritis yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan makanan dan minuman halal ialah jenis dan asal bahan serta cara penyembelihan.
Pada dasarnya ada tiga jenis kategori bahan makanan dan minuman yang diharamkan yaitu: pertama, minuman yang memabukkan; kedua, produk hewani (bagian yang dapat dimakan dari babi, bagian yang dapat dimakan dari hewan yang tidak disembelih menurut syariat Islam, darah, bangkai dan turunan dari bahan-bahan yang berasal dari produk hewani yang telah disebutkan, sebagai contoh asam stearat yang berasal dari lemak babi); ketiga, bahan tambahan makanan yang mengandung unsur-unsur bahan yang termasuk ke dalam kategori haram.
Tabel 3. Contoh nama yang tidak menjamin kandungan yang sebenarnya* (Apriyantono, 2006)
Nama Produk Bahan Baku
Sosis sapi daging sapi, lemak (bisa sapi atau hewan lainnya), tetelan babi
Pasta hati angsa hati angsa, daging babi, lemak babi atau angsa
Pasta hati unggas umumnya (ayam, kalkun, angsa) daging babi, daging unggas, lemak (bisa babi atau hewan lainnya), hati (bisa hati unggas, bisa juga hati babi), jantung unggas, dll
*Wihelm (dalam Apriyantono, 2006) Dengan demikian, diperlukan ketelitian yang sangat tinggi terhadap pemeriksaan kehalalan sosis-sosis impor yang masuk ke Indonesia, dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh ahlinya, jika tidak awam tidak akan tahu komposisi yang sebenarnya. Di samping itu, masalah lainnya tentu saja perlu juga jelas bagaimana penyembelihan hewan-hewan yang digunakan untuk membuat sosis tersebut.
Kategori hewan kecil, terutama kulit babi, di samping diolah langsung menjadi bahan sejenis sosis yang transparan, juga sebagian besar diproses lebih lanjut menjadi gelatin. Dari cara pembuatannya, ada dua jenis gelatin yaitu gelatin tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A adalah gelatin yang umumnya dibuat dari kulit hewan muda (terutama babi), sehingga proses pelunakannya dapat dilakukan dengan cepat yaitu dengan sistim perendaman dalam larutan asam (A=acid). Gelatin tipe B adalah gelatin yang diolah ari bahan baku yang keras seperti dari hewan tua dan tulang, sehingga proses perendamannya perlu lama dan larutan yang digunakan yaitu larutan basa (B=base). Oleh karena itu, keliru jika orang menganggap B adalah singkatan dari Beef (sapi).
Fungsi gelatin pada produk pangan olahan pada kebanyakan kasus dapat digantikan dengan bahan lain, jadi untuk produk-produk yang disajikan dalam tabel tidak berarti pasti mengandung gelatin, hanya mungkin mengandung gelatin, untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan yang teliti, dengan demikian produk yang sudah diteliti dan disertifikasi oleh LP-POM MUI misalnya, tentunya telah terjamin kehalalannya.
Tabel 4. Contoh-contoh produk yang biasa menggunakan gelatin
Jenis Produk Fungsi dan contoh produk
Produk pangan secara umum sebagai zat pengental, penggumpal, membuat produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pmerkaya gizi.
Daging olahan Untuk meningkatkan daya ikat air, konsistensi dan stabilitas produk sosis, kornet, ham, dll.
Susu olahan Untuk memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas produk dan menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam, keju cottage, dll.
Bakery Untuk menjaga kelembaban produk, sebagai perekat bahan pengisi pada roti-rotian, dll.
Minuman Sebagai penjernih sari buah (juice), bir, dan wine.
Buah-buahan Sebagai pelapis (melapisi pori-pori buah sehingga terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan buah.
Farmasi Pembungkus kapsul atau tablet obat.
Film Membuat film menjadi lebih sensitif, sebagai pembawa dan pelapis zat warna film.
Kosmetika (khususnya produk-produk emulsi) Digunakan untuk menstabilkan emulsi pada sampo, penyegar dan pelindung kulit (lotion/cream), sabun (terutama yang cair), lipstik, cat kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari, dll.
Kehalalan suatu produk pangan pada era global ini menjadi kompleks, memerlukan penanganan yang serius karena banyak kemungkinan yang dihadapi yang dapat sampai haramnya atau halalnya suatu produk pangan. Di samping itu, pekerjaan pemeriksaan kehalalan suatu produk pangan tidak bisa sembarangan, memerlukan ketelitian tinggi, memerlukan pengetahuan asal usul bahan dan proses pengolahan pangan itu sendiri, dan yang terpenting analisis laboratorium tidak dapat dijadikan andalan menentukan kehalalan suatu produk pangan. Mungkin bekal yang terpenting yang berkaitan dengan bahan ialah pengetahuan yang mendalam mengenai bahan itu sendiri. Di samping itu, diperlukan metode pemeriksaan yang tepat dan pembentukan sistem jaminan halal yang handal.
Tabel 5. Bahan tambahan makanan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya (syubhat). (Apriyantono, 2006)
Nama bahan dan kode Asal/pembuatan Fungsi Contoh produk yang menggunakan
Potasium nitrat (E252) Dapat dibuat dari limbah hewani atau sayuran Pengawet, kuring, mempertahankan warna daging Sosis, ham, Dutch Cheese
L-(+)-asam tartarat (E334) Kebanyakan sebagai hasil samping industri wine Antioksidan, pemberi rasa asam Produk susu beku, jelly, bakery, minuman, tepung telur, wine, dll.
Turunan-turunan asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334) Dapat berasal dari hasil samping industri wine antioksidan, buffer, pengemulsi, dll sama dengan di atas
Gliserol/gliserin (E422) Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani) pelarut flavor, menjaga kelembaban (humektan), plasticizer pada pengemas Bahan coating untuk daging, keju, cake, desserts, dll
Asam lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436 Dapat berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani Pengemulsi, penstabil, E343:antibusa Produk roti dan cake, donat, produk susu: es krim, desserts beku; minuman, dll
Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 - E495) Dapat dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak Pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, plasticizer, dll Snacks, margarin, desserts, coklat, cake, puding
Edible bone phosphate (E542) Dibuat dari tulang hewan Anti caking agent, suplemen mineral Makanan suplemen
Asam stearat Dapat dibuat dari lemak hewani walaupun secara komersil dibuat secara sintetik Anticacking agent
L-sistein E920 Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia Bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan flavor daging Tepung dan produk roti, bumbu dan perisa (flavor)
Wine vinegar dan malt vinegar Masing-masing dibuat dari wine dan bir pemberi flavor bumbu-bumbu, saus, salad
Berdasarkan uraian tersebut di atas, sangatlah banyak produk yang kemungkinan besarnya digolongkan ke dalam produk yang diragukan kehalalannya atau bahkan bisa dikatakan haram. Dalam Minimarket syariah semua produk yang disajikan kepada konsumen adalah halal, dan mendapat jaminan dengan adanya sertifikasi dari LP-POM MUI yang bisa didapatkan dari MUI langsung atau mengakses ke website www.halalguide.info.
b) Obat dan Kosmetika
Wakil LPPOM MUI Anna Priangani Roswiem berujar, dalam dunia farmasi dan kosmetika, penggunaan hormon, enzim, dan lemak babi sudah bukan rahasia lagi. “Gelatin yang terbuat dari lemak babi sudah biasa digunakan sebagai bahan pembuat kapsul,”kata wanita berjilbab ini mencontohkan.
Vaksin penyakit tertentu juga dibuat dengan menggunakan medium yang disebut kultur sel. Bahan medium itu bervariasi, mulai dari ginjal monyet, embrio ayam, hingga plasenta bayi yang baru lahir atau diaborsi. Contoh vaksin yang menggunakan bahan-bahan haram atau najis itu, sebut Anna, antara lain vaksin untuk penyakit Polio, Rabies, Hepatitis A, Hepatitis B dan Cacar.
Sementara itu dalam dunia kecantikan banyak terobosan baru yang menggunakan bahan-bahan yang dianggap haram. Seperti Botox. Anna menjelaskan, produk itu berisi toksin dari bakteri Clostridium Botulinum. Toksin tersebut disuntikkan ke bagian tubuh manusia dengan pelarut dari bahan dasar plasenta hewan atau manusia. “Plasenta hewan yang digunakan bisa berasal dari hewan apa saja,” tandas dia.
Teknologi pembuatan kosmetika sama pesatnya dengan perkembangan teknologi pangan. Di dalamnya banyak penggunaan bahan dari gelatin. Seperti pada pembuatan foundation dan body lotion. Sementara pemerintah Eropa sedang gencar berkampanye penggunaan gelatin babi sehubungan dengan adanya mad cow dan penyakit kuku dan mulut yang melanda sapi Eropa.
Teknologi pembuatan kosmetika saat ini sangat lekat dengan unsur subhat. Dr. Hj. Anna P. Roswiem, auditor dan staf ahli LPPOM MUI, pada World Halal Food Council di Kuala Lumpur beberapa waktu lalu mengungkap bahan-bahan yang merupakan titik kritis kehalalan dalam kosmetika yaitu:
Kolagen dan elastin berguna untuk menjaga kelenturan kulit. Zat ini sering digunakan dalam produk pelembab. Zat ini merupakan jaringan yang bisa berasal dari hewan yang haram. Plasenta dan amnion yang terutama digunakan untuk peremajaan kulit, dapat diperoleh dari hewan yang haram. Zat penstabil vitamin yang dipergunakan dalam kosmetika. Zat ini ada yang berasal dari hewan yang haram. AHA sangat berguna untuk mengurangi keriput dan memperbaiki tekstur kulit sehingga kulit halus dan kenyal. Salah satu senyawa AHA yaitu asam laktat, dalam pembuatannya menggunakan media yang berasal dari hewan yang haram. Hormon estrogen, ekstrak timus dan melantonin adalah contoh hormon yang berasal dari hewan haram yang dapat digunakan dalam kosmetika.
Sampai saat ini baru PT. Pusaka Tradisi Ibu yang mempunyai produk yang seluruhnya sudah memperoleh sertifikat halal LPPOM MUI yaitu Wardah dan Zahra.
4. Zakat
Salah satu perbedaan Minimarket syariah dengan pusat perbelanjaan yang lain adalah kepedulian terhadap umat. Sesuai dengan tuntutan Islam semua hal harus dilakukan pada dua dimensi, yaitu hablumminannaas dan hablumminallaah. Di sini akan dipaparkan bentuk-bentuk kepedulian terhadap umat, diantaranya adalah sebagian dari laba (2,5%) digunakan untuk zakat (sebagai bentuk ketaatan pada kewajiban dari Allah). Dan ada pula konsep lain, yaitu kepedulian dalam bentuk kartu dhuafa.
Sebagai rukun Islam, maka ia wajib dilakukan sebagai bentuk salah satu dimensi vertikal, yaitu zakat sebagai salah bukti keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Selain dimensi vertikal, zakat juga memiliki banyak dimensi horizontal yang berdampak luas. Luas dalam artian tidak hanya berdampak pada muslim saja namun bagi semua aspek lingkungan yang terlibat dengannya, bak langsung maupun tidak langsung. Hafiduddin dalam Sulistyowati (2007) menyebutkan bahwa sedikitnya ada lima manfaat dan hikmah dari ibadah zakat. Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmatNya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkanketenangan hidup, sertamengembangkan harta yang dimiliki. Kedua, menolong, membantu dan membina kaum orang yang lemah secara ekonomi (dhuafa) maupun kaum penerima zakat (mustahik) lainnya ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kehidupannya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat iri dan dengki yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak memperdulikan mereka. Ketiga, sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh umat, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim. Keempat, untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta sehingga diharapkan akan lahir kasih sayang (marhamah) di atas persaudaraan Islam dan budaya saling menanggung atau saling membantu (takaful ijtima’i). Kelima, menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
Adapun aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan pengumpulan dan penyaluran zakat serta urusan lain yang berhubungan dengan itu. Diantaranya adalah mencari mustahik (pendataan), mengumpulkan, mentransformasikan, menggudangkan, menyimpan, menginvestasikan zakat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan yang digambarkan dalam gambar 2.
Gambar 2. Alur aktivitas zakat
Bentuk kepedulian yang kedua adalah kartu dhuafa. Kartu ini khusus diberikan kepada mereka kaum dhuafa dengan kelebihan ketika kartu tersebut digunakan untuk berbelanja di Minimarket syariah, maka orang yang memegangnya atau yang memilikinya (kaum dhuafa) akan mendapatkan potongan harga guna menyesuaikan dengan daya beli masyarakat yang lain. Selain itu, kartu tersebut digunakan ketika ada pembagian zakat, infaq, dan shadaqoh.
Bentuk penjagaan kartu tersebut dari penyalahgunaan kartu tersebut, maka dilakukan sistem pengendalian intern dengan cara adanya foto dari pemilik kartu tersebut pada kartu yang dimilikinya. Selain itu, sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat ada pengenalan semua pegawai di mini market tersebut dengan masyarakat sekitar. Sehingga hampir semua pegawai (terutama teller) mengenal pemegang kartu.
Pendataan kaum dhuafa ini dilakukan bersama dengan pendataan zakat. Dan kartu tersebut digunakan sebagai bukti penerima zakat, infaq, dan shodaqoh dari Minimarket syariah.
Minimarket syariah yang mendukung perkembangan dan stabilitas ekonomi tersebut perlu dikembangkan. Dalam hal ini, Minimarket syariah dikembangkan dengan cara franchise maupun ritel yang menawarkan berbagai macam keuntungan yang halal dan bebas dari riba dan semua hal yang terlarang dalam Islam.
C. PENUTUP
Dari semua yang telah penulis kemukakan tentang Minimarket syariah yang merupakan penerapan Minimarket peduli umat, maka dapat diambil kesimpulan sebagai Bahwa urgensi penerapan Minimarket syariah yaitu dengan adanya konsep semua ekonomi dan bisnis yang dilakuakan oleh Minimarket syariah tidak mengandung H.MAGHRIB (haram, maysir, gharar, dan riba). Selain itu Penerapan Minimarket syariah sebagai Minimarket peduli umat dengan adanya prinsip syariah yang dijalan secara seimbang, yaitu kehalalan semua produk, terbebas dari riba, dan adanya zakat yang dikelola sendiri dan disalurkan kepada warga sekitar, serta adanya kartu dhuafa yang bisa digunakan oleh warga dhuafa sekitar Minimarket dengan berbagai kelebihan dan manfa’at
Dengan berbagai telaah dan analisa yang penulis lakukan, penulis memiliki saran diantanya para pengusaha muslim hendaknya menerapkan konsep ini dalam bisnisnya, pemerintah harus memperhatikan kehalalan produk ynag beredar di pasaran indonesia, para konsumen harus lebi waspada terhadap kehalalan dan kethoyyiban produk yang beredar, pusat perbenlanjaan hendaknya memberikan keteranganjelas (membedakan) terhadap produk yang halal dan tidak hala, oran-orang yang mampu mengeluarka zakat (muzakki) hendaknya mengelurkan zakatnya (maal) dengan sadar kepada mustahik sebagi upaya mengentaskan kemiskinan.
D. REFERENSI
Amankah Kosmetika Kita? Artikel. Dalam http://www.ahadnet.com/produkhalal.htm
Antonio, Muhammad Syafi'i. Bangun Bisnis yang Sehat dengan Manajemen Syariah. Artikel. Dalam http://www.eramuslim.com/berita/bc2/45ef8822.htm
Apriyantono, Anton. 2007. Masalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi dan Sertifikasi. Artikel. Dalam http://www.halalguide.info/content/view/566/38/
Bintang Zero Persen : Halalkah? Artikel. Dalam http://www.halalmui.or.id/?module=article&sub=article&act=view&id=64
Depag. 2004. Fiqih untuk Madrasah Aliyah Kelas X. Penerbit CV Gani dan Son. Semarang
Disperindakop tertibkan 27 jenis kosmetik berbahaya. Artikel. Dalam http://www.halalguide.info/content/view/947/40/
Hasil-hasil Kajian tentang Halal-Haram (1999-2002). Artikel. Dalam http://www.halalguide.info/content/view/858/38/
Hasil Riset ACNielsen Pasar Modern Terus Geser Peran Pasar Tradisional. Artikel. Dalam http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/2004/0622/prom1.html
Hidayat, Muhammad. 2003. Kiprah, Manajemen dan Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW. SEF UGM. Yogyakarta. Dalam Jurnal Muamalah Vol. 2, No. 2, Oktober 2003.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia(KAMMI) Jepang http://www.kammi-jepang.net. http://kammi-jepang.net/bulletin.php?id=7
Kehalalan Produk Pangan dalam Kemasan. Artikel. Dalam http://www.halalguide.info/content/view/905/38/
Klinik Syariah Mengetahui Produk Halal. Artikel. http://www.medanbisnisonline.com/rubrik.php?p=86492&more=1
Kosmetika Halal Tak Sekadar 'Alat' Cantik. Artikel. Dalam Republika Online
LPPOM MUI Gugat Kehalalan Obat dan Kosmetik. Artikel. Dalam http://www.halalguide.info/content/view/959/40/
Majalah Modal, Sharia Business edisi 42, 2006.
Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: PT Salemba Empat
Rancangan UU Jaminan Produk Halal Kontribusi dari didinkan. Artikel. Dalam http://www.halalguide.info _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 11 April, 2007
Status Halal BreadTalk dan Hoka Hoka Bento. Artikel. Dalam http://priyadi.net/archives/2005/03/10/status-halal-breadtalk-dan-hoka-hoka-bento/
Sularko, Jaka. Pengaruh Atribut Toko Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Swalayan Sami Makmur Palur Karanganyar. Artikel.
Sulistyowati, Widya. 2007. Analisis Determinan Intensi Pengeluaran Zakat Harta (Maal): Studi Kasus Sivitas Akademika Universitas Indonesia. PEBS FE UI. Jakarta. Dalam Jurnal JESI Vol. 1, Januari 2007.
Susanto, Anang Arief. 2007. Peluang Perbankan Syariah Dalam Pembiayaan UMKM. SEF UGM. Yogyakarta. Dalam Jurnal Muamalah Vol. 4 Januari 2007.
Tanjung, Hendri. Konsep Manajemen Syariah dalam Pengupahan Karyawan Perusahaan. Artikel. Dalam http://www.uika-bogor.ac.id/jur03.htm
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka. Jakarta.
Tim Penyusun. . 2003. Modul SELect KSEI UNNES. Semarang
Yusanto, M. Ismail dan Widjajakusuma, M Karebet. 2002. Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani Pre
Selasa, 20 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
good info, thanks
BalasHapus